Powered By Blogger

Selasa, 27 Oktober 2009

Toleransi dan Bahasa

TOLERANSI dalam dataran terminologi lugawi mendapat pengertian kesediaan untuk mau menghadapi faham, yang lebih berbeda dari faham yang kita anut. Terminologi ini bersifat umum, artinya ia merupakan konsekuensi langsung atau tak langsung dari dimensi kesosialan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial. Dimensi kesosialan, paling nyata ditunjukan pada bahasa, karena bahasa bukan an sich sebagai sarana berkomunikasi verbal saja. Tetapi ia juga mengantarkan realitas, sejarah dan berikut segala nilai-nilai yang mendukungnya kepada manusia. Dengan berpijak dari laku bahasa yang dipergunakan seseorang dapat diukur tingkat kedewasaan serta tingkat kesadaran ilmiahnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologis, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah pada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik perbedaan suku bangsa, warna kulit, budaya, agama, serta bahasa itu sendiri. Oleh karena itu, bahasa memang menunjukan suatu bangsa. Karena semua bentuk nilai luhur dan bentuk-bentuk perengkuhan akan nilai-nilai itu, oleh manusia atau masyarakat bangsa sebagai pengguna bahasa itu, secara ekosetoris dalam praksis sosial kemasyarakatan dan sosial budaya tercermin secara dasar dalam bahasanya. Kerukunan juga tercermin dalam bahasa. Oleh karena itu, Indonesia memang menjadi negara yang sangat luar biasa dalam hal toleransi. Hampir tak ada masyarakat di dunia ini yang bisa bersikap toleran sebagaimana masyarakat Indonesia. Di Jawa misalnya, ada satu keluarga di mana anggota masyarakatnya berbeda antar satu dan lainnya. Namun selau hidup rukun dalam satu ikatan keluarga yang kuat. Kerukunan itu juga ditunjukan tidak saling mengganggu atau bahkan saling membantu walaupun memiliki perberbedaan baik berbeda suku, warna kulit, budaya, agama, serta bahasa. Walaupun dalam realitanya menjadi intoleran lebih mudah daripada bersikap toleran. Dan jalan menuju sikap toleran bukanlah jalan tol yang mulus dan tanpa halangan. Namun jalan menuju toleransi adalah jalan kontestrasi untuk mengatasi intoleransi itu sendiri. Oleh karena itu, mulai sekarang hentikan semua kekerasan, intimidasi, penyerangan sebuah kelompok satu kepada kelompok yang lain, bahkan terorisme yang dapat mengacaukan kestabilan sosial, ekonomi, dan politik negeri ini. Selalu gunakanlah Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu ketika berkomunikasi verbal dengan orang yang berbeda suku, seperti yang tertuang dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober tahun 1912 yaitu berbahasa satu bahasa indon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar