Powered By Blogger

Selasa, 27 Oktober 2009

Pemuda dan bahasa

BULAN Oktober banyak sekali sebutannya. Ada yang mengatakan sebagai bulan saktinya pancasila, bulan pemuda, dan ada pula yang menyebutnya sebagai bulan bahasa. Yang menarik bagi penulis, adalah hubungan antara bulan pemuda dan bulan bahasa. Pemuda di sini penulis maksudkan kepada pelajar. Sedangkan bahasa di sini di hubungankan dengan sastra. Antara para pelajar dan sastra perlu diperhatikan perkembangannya. seharusnya sastra sesering mungkin dibicarakan. Karena kita berharap dari gebrakan terus menerus itu, bisa diharapkan tumbuh dan mentradisi keakraban pada sastra itu sendiri, sehingga mereka bisa lebih menyukainya. Hal itu akan menghilangkan kesan-kesan bahwa pelajar lebih suka kepada karya-karya pop daripada kepada karya-karya sastra. Kenyataannya, pelajar lebih cenderung membaca cerpan atau novel pop yang mengarah pada dunia khayal dan isinya yang kurang berbobot. Sedangkan bacaan, cerpen atau novel yang bernilai sastra seakan-akan disingkirkan. Sedikit “kesalahan” bahwa para pelajar kurang mencintai bacaan bernafaskan sastra, tak bisa dituduhkan sepenuhnya kepada mereka. Karena itu diperlukan analisis lebih serius dan satu persatu untuk mencari kejelasan sebab-sebab pelajar kurang mencintai bacaan sastra. Pada dasarnya semua pelajar menyukai bacaan yang mengandung nilai keindahan, penuh khayalan dan sedikit improvisasi. Persoalannya sekarang, kewajiban membaca karya-karya sastra tidak dijadikan kebutuhan formal dan kurikuler yang ditradisikan dalam lingkup pendidikan kita. Tidak ada latihan-latihan yang mengarah pada penajaman kepekaan para pelajar yang meluangkan waktunya untuk membaca sastra, misalnnya pelajar yang membaca di perpustakaan sekolah, yang bisa dihitung dengan jari. Gejala itu bisa dilihat dari frekuensi peminjaman buku di perpustakaan yang dilakukan para siswa, Persoalan sesungguhnya yang paling penting, bagaimana kita mengarahkan para pelajar untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebab bahasa Indonesia yang baik sebagai salah satu syarat untuk mencintai sastra. Di sinilah peran guru sangat dibutuhkan. Dalam bulan bahasa ini, marilah kita membuka diri untuk lebih mencintai bahasa Indonesia secara utuh (juga sastra khususnya). Sebab kita tahu, dalam karya sastra banyak hal yang dapat kita pelajari. Peranan guru dalam menempa murid sangatlah mutlak untuk bisa mendekatkan dan memasyarakatkan sastra. Sebagai catatan, perlu kita mengenal lebih dulu karya sastra, sebelum lebih jauh mendalaminya. Sebab, dalam mengenal karya sastra kita tidak bisa bersifat tanggung. Jika kita memahami apa sebenarnya yang ada dalam karya sastra, kita akan dibawa oleh alur kenyataan yang tersirat dan bukan hanya yang tersurat. Maka pelajar sebagai pemuda yang akan menjadi agent of change. Selalu memunculkan kreativitas serta intelektualitas dan menjadikan generasi penerus bangsa demi kemajuan Negara di masa mendatang. Melalui bahasa, majulah pemuda Indonesia..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar